Pembangunan pabrik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa Tengah yang dilaksanakan oleh PT Bhimasena Power Indonesia (PT BPI) sejak tujuh tahun yang lalu membawa pengaruh pada kehidupan warga masyarakat, baik yang terdampak langsung pembangunan pabrik pembangkit listrik tersebut maupun warga yang tinggal di sekitarnya. Salah satu kelompok masyarakat yang mengalami dampak pembangunan PLTU Jawa tengah adalah kelompok nelayan yang tinggal di pedukuhan Roban Barat. Roban Barat merupakan pedukuhan yang letaknya relatif dekat dengan pabrik PLTU Jawa Tengah dengan mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan.
Hingga saat ini sebagian besar warga masyarakat Roban Barat masih menekuni usaha sebagai nelayan (penangkap ikan di laut) dan pengolah hasil tangkapan laut. Kegiatan menangkap ikan di laut dilakukan oleh kaum laki-laki, sedangkan kegiatan pengolahan hasil laut dilakukan oleh kaum perempuan. PLTU Jawa Tengah yang pada saat ini masih dalam tahap konstruksi berpengaruh pada sumber penghidupan warga masyarakat Roban Barat. Salah satu pengaruh PLTU Jawa Tengah pada usaha penangkapan ikan adalah bertambahnya jarak dan waktu tempuh nelayan Roban Barat yang hendak menangkap ikan ke perairan Pekalongan.
Keberadaan PLTU Jawa Tengah beserta fasilitas pendukungnya seperti dermaga/jetty telah menyebabkan para nelayan Roban Barat yang akan melakukan penangkapan ikan ke arah barat (Pekalongan) harus sedikit memutar menghindari perairan dekat komplek PLTU Jawa Tengah. Konsekuensi dari hal tersebut adalah terjadinya peningkatan kebutuhan BBM dan berkurangnya usia pakai mesin kapal akibat waktu penggunaan yang relatif lebih lama.
Persoalan lain yang dialami oleh nelayan di Roban Barat adalah penurunan hasil tangkapan, khususnya udang. Penurunan hasil tangkapan nelayan berpengaruh pada para pengolah hasil laut, yaitu menyebabkan penurunan jumlah produksi akibat terjadinya penurunan pasokan bahan baku. Konsekuensi logis dari kondisi tersebut adalah terjadinya penurunan penghasilan.
Karena penghasilan tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan, khususnya kebutuhan modal usaha maka ada beberapa nelayan dan pengolah hasil laut yang meminjam uang, baik kepada teman/tetangga, pedagang, tengkulak, penyedia kredit harian, maupun lembaga keuangan/bank. Pinjaman tersebut akan dikembalikan dengan hasil tangkapan yang diperoleh oleh nelayan. Apabila hasil tangkapan berlimpah maka hutang tersebut dapat dibayar, namun bila hasil tangkapan sedikit maka tidak akan cukup untuk membayar hutang sehingga jumlah hutang semakin bertambah banyak.
Persoalan lain yang juga dialami oleh nelayan adalah kerusakan jaring penangkap ikan akibat lumpur dan batu limbah pekerjaan pengerukan laut untuk pembangunan dermaga dan fasilitas pendukungnya. Selain itu kerusakan jaring juga terjadi akibat tersangkut besi untuk menambatkan jangkar kapal. Nelayan Roban Barat sering tersesat masuk ke perairan pelabuhan akibat hilangnya penanda batas perairan pelabuhan.
Adanya larangan untuk memancing ikan di perairan PLTU juga menyebabkan beberapa nelayan Roban Barat mengalami kerugian. Ada beberapa nelayan Roban Barat yang alih profesi sebagai nelayan pancing karena kemampuan mesin kapal mereka sudah menurun sehingga tidak bisa dipakai untuk menangkap ikan di area perairan yang jauh. Ada pula nelayan Roban Barat yang menyewakan perahu untuk para pemancing. Namun usaha tersebut sering mengalami gangguan akibat adanya larangan melakukan aktivitas memancing di perairan komplek PLTU. Pada saat memancing mereka sering dirazia oleh polairud, bahkan alat kerja dan hasil pancingan mereka sering di sita oleh polairud.
Melihat berbagai persoalan yang dialami oleh para nelayan Roban Barat tersebut PT BPI selaku pemrakarsa pembangunan PLTU Jawa Tengah telah melaksanakan beberapa program CSR untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh para nelayan Roban Barat tersebut. Untuk mengatasi persoalan jarak dan waktu tempuh yang meningkat, serta adanya larangan memancing ikan di perairan komplek PLTU maka PT BPI melaksanakan program pembuatan rumah ikan di perairan Roban Barat. Melalui program ini diharapkan populasi ikan dan udang di wilayah tersebut meningkat sehingga nelayan Roban Barat tidak perlu jauh-jauh saat mencari ikan dan udang.
Untuk mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh nelayan pada saat mengalami kerusakan peralatan kerja, maka PT BPI telah memfasilitasi pembentukan bengkel kerja bidang pengelasan yang beranggotakan nelayan di Roban Barat. Selain memberikan pelatihan ketrampilan PT BPI juga memberikan bantuan modal kerja berupa peralatan bengkel. Di bengkel kerja tersebut para nelayan Roban Barat yang membutuhkan perbaikan alat kerja dapat memanfaatkan jasa yang disedakan di bengkel.tersebut dengan biaya yang relatif lebih murah dibandingkan di bengkel yang lain, bahkan gratis bila nelayan tersebut bisa melakukanperbaikan sendiri.
Sementara untuk mengatasi persoalan kerusakan jaring penangkap ikan akibat lumpur, batu dan besi penambat jangkar kapal maka PT BPI memfasilitasi para nelayan untuk mengajukan klaim ganti rugi kerusakan. Para nelayan dipersilahkan untuk mengajukan klaim ganti rugi ke PT BPI melalui Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) dan PT BPI akan menyampaikan klaim tersebut ke perusahaan kontraktor yang menjadi mitra kerja PT BPI dalam melaksanakan pekerjaan pembangunan dermaga dan fasilitas pendukungnya.
Untuk mengatasi persoalan penurunan penghasilan yang dialami oleh nelayan dan pengolah hasil laut maka PT BPI menginisiasi terbentuknya kelompok usaha bersama (KUB) yaitu KUB simpan pinjam. Pada saat ini telah terbentuk 5 KUB di wilayah Roban Barat, yaitu 3 KUB yang beranggotakan pelaku usaha pengolahan hasil laut dan 2 KUB beranggotakan nelayan. Selain memberikan pendampingan berupa pelatihan ketrampilan, PT BPI juga telah memberikan bantuan sejumlah dana untuk modal kerja KUB. Dana tersebut disalurkan oleh KUB ke anggota sebagai pinjaman/kredit dan anggota memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tersebut dengan cara menganggur dalam jangka waktu tertentu.
Selain melaksanakan program CSR, guna meningkatkan penghasilan nalayan PT BPI membuka kesempatan kerja dan peluang usaha bagi warga Roban Barat. Pelaksanaan kegiatan pembangunan PLTU dan fasilitas penunjangnya telah membuka kesempatan kerja bagi warga Roban Barat untuk menjadi pekerja di proyek tersebut. Selain itu, ada sebagian warga yang memanfaatkan kesempatan usaha yang muncul berkat pembangunan fasilitas penunjang PLTU, yaitu usaha persewaan perahu/kapal dan usaha pemasokan air bersih untuk kapal-kapal di proyek tersebut.
Pendampingan yang dilakukan oleh PT BPI kepada kelompok Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT) di Roban Barat berupa pelatihan dan pemberian bantuan dana untuk kegiatan pembibitan juga telah mendatangkan manfaat bagi warga masyarakat Roban Barat. Berkat bantuan dana tersebut, kelompok SIBAT dapat membangun tempat untuk melakukan kegiatan pembibitan berbagai macam pohon dan melakukan penataan kawasan pantai menjadi destinasi wisata. Banyak warga masyarakat Roban Barat yang terlibat dalam kedua kegiatan tersebut.
Peran serta kelompok SIBAT dalam menyediakan kesempatan kerja bagi nelayan dan pengolah hasil laut semakin meningkat pada saat PT BPI memberdayakan kelompok SIBAT Roban Barat dengan menggandeng mereka untuk menjadi pemasok bibit tanaman penghijauan yang dibutuhkan oleh PT BPI. Sejak beberapa tahun yang lalu, PT BPI telah melakukan kegiatan penghijauan kawasan sekitar PLTU dan pemberian bantuan bibit pohon tenaman penghijauan ke sekolah-sekolah yang menjadi dampingan PT BPI. Peningkatan jumlah permintaan bibit tanaman tersebut menyebabkan kelompok SIBAT harus memproduksi bibit dalam jumlah yang lebih banyak. Hal itu menyebabkan meningkatnya kebutuhan tenaga kerja yang harus terlibat dalam kegiatan produksi bibt tersebut, sehingga akhirnya kesempatan kerja yang tercipta bagi nelayan dan pengolah hasil laut juga meningkat. [Mulyono]