Lokakarya Sehari: Peran Media dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Merapi

Pada hari Rabu, tanggal 11 April 2012, Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK UGM) bekerjasama dengan Pusat Studi Asia Pasifik (PSAP UGM) dan Laboratorium Antropologi untuk Riset dan Aksi (LAURA), Jurusan Antropologi FIB UGM mengadakan lokakarya sehari untuk membahas issu peran media dalam penanggulangan bencana erupsi Merapi. Kegiatan ini didasari oleh kenyataan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa antropolog, misalnya Michael Dove (1994), Bambang Hudayana (2004), peran media massa semakin signifikan dalam peliputan, pemberitaan, pembentukan narasi, mengenai bencana erupsi Merapi. Bahkan lebih jauh dari itu, media massa juga ikut berperan dalam mengumpulkan dan menyebarkan bantuan dari pemirsa mereka.

Peran itu terasa semakin meningkat pada peristiwa erupsi Merapi tahun 2010. Seturut dengan makin meningkatnya jumlah dan bentuk media massa yang berperan dan bersaing dalam meliput erupsi Merapi, sehingga peristiwa erupsi Merapi bukan semata-mata “peristiwa alam” tetapi juga sudah menjadi “peristiwa media”.

Peran positif dari media massa dalam keterkaitannya dengan bencana erupsi Merapi bisa dipetakan sebagai berikut: pemberitaan media massa bisa memicu dan memperluas solidaritas yang berakibat pada meningkatnya jumlah bantuan relawan, bisa menjadi alat kontrol dan pengawas proses-proses penanggulangan bencana oleh berbagai pihak terkait, bisa menjadi alat artikulasidari korban bencana, mendeseminasikan kisah-kisah kemandirian masyarakat dalam pengurangan resiko bencana sehingga memicu komunitas lain untuk melakukan hal yang sama.

Namun media massa juga mendapat sorotan dan kritikan karena dianggap lebih banyak mendramatisir peristiwa bencana dan kondisi korban untuk kepentingan bisnis media itu sendiri, mendistorsi informasi agar mendapat perhatian penonton, menebarkan kepanikan, arena pencitraan bagi program-program CSR yang pada pelaksanaannya sering tidak tepat dan merata, menjadi arena kontestasi berbagai kekuasaan dan menenggelamkan artikulasi masyarakat yang menjadi korban bencana, pemberitaan terlalu fokus ketika bencana terjadi dan kurang memperhatikan kisah-kisah yang berhubungan dengan kesiapsiagaan masyarakat dalam pengurangan resiko bencan, proses rrehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.

Mengingat akan pentingnya peran media massa dalam pengurangan resiko bencana maka lokakarya dilaksanakan dengan tujuan utama untuk melakukan refleksi mengenai peran media massa selama ini terutama berhubungan dengan bencana erupsi Merapi 2010, dan memproyeksikan peranan media dalam proses pengurangan resiko bencana ke depan agar memiliki peran yang lebih positif. Lokakarya dilaksanakan selama satu hari dengan menghadirkan para wartawan dan redaktur yang memiliki pengalaman dalam meliput bencana, khususnya erupsi Merapi tahun 2010, baik dari media cetak maupun elektronik, lokal dannasional.

Guna mengawali dan memancing diskusi dari para peserta lokakarya, peneliti dari Laboratorium Antropologi untuk Riset dan Aksi (LAURA), pakar media dan komunikasi, dan pakar kebencanaan maka pada sesi awal ditampilkan tiga orang narasumber untuk mempresentasikan beberapa hasil pemetaan awal tentang peran media dalam pengurangan resiko bencana. Ketiga narasumber tersebut adalah Dr. Kuskrido Ambardi (dosen jurusan Komunikasi UGM), Dr. Bambang Hudayana (dosen jurusan Antropologi UGM), dan Muhamad Zamzam, MA (dosen antropologi UGM).

Lokakarya sehari tentang peran media dalam penanggulangan bencana erupsi Merapi menghasilkan beberapa rekomendasi yang perlu segera dilaksanakan guna meningkatkan peran media dalam penanggulangan bencana erupsi merapi pada khususnya, dan bencana yang terjadi di Indonesia pada umumnya. Rekomendasi tersebut antara lain, pertama, perlunya media yang memiliki kapasitas untuk melakukan edukasi tentang masyarakat yang peduli, responsif dan mandiri dalam menghadapi bencana; kedua, perlunya media yang mampu menyampaikan berita yang berimbang, kritis terhadap ketidakberesan dalam penanggulangan bencana baik yang dilakukan oleh pemerintah, CSO, media, dll; ketiga, perlunya media yang mengembangkan agenda penanggulangan bencana berdasarkan pada kekuatan masyarakat sipil sehingga melibatkan peran yang maksimal dari media, LSM, komunitas, perguruan tinggi, dan lain-lain, daripada negara.