Sekolah yang harusnya jadi tempat belajar, bermain, dan mengembangkan diri, belum memberi kesempatan tersebut. Secara umum, bahkan sekolah formal kerap dipandang belum mampu membentuk karakter seperti hormat kepada yang lebih tua, berpikir terbuka, hingga sikap bertanggungjawab. Sistem pendidikan di Indonesia hingga kini belum serius berusaha menyelesaikan masalah di bidang pendidikan. Salah satunya karena sistem pendidikan berubah mengikuti pergantian pejabat, sehingga tidak terencana secara jangka panjang.
Meski demikian, di berbagai daerah muncul kelompok yang berusaha membangun model pendidikan yang memanusiakan. Ada Sanggar Anak Alam (Salam) Yogyakarta dan Sekolah Payo-payo Makassar yang mencoba memperlakukan anak didik menjadi manusia yang memiliki sikap hidup, berbudi luhur, hingga menguasai keterampilan hidup. Sejak pandemi COVID-19 memaksa anak-anak belajar di rumah, orangtua kembali menjadi guru. Hal tersebut memaksa kita berpikir kembali, seperti apakah pendidikan yang membebaskan itu?
Webinar Seri 3 mencoba mengulik pemasalahan pendidikan dan menawarkan pendidikan alternatif. Mulai dari bagaimana cara memulai pendidikan yang membabaskan dari tataran desa. Hingga apa saja syarat yang dibutuhkan untuk membangun pendidikan yang mendukung nilai-nilai luhur, seperti kejujuran dan budaya anti korupsi. Karena, pendidikan butuh peran aktif orangtua dan masyarakat. Mereka tidak bisa sekadar menitipkan anaknya di sekolah lalu lepas tangan.
Narasumber:
1. Dr. Samto (Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus, Kemendikbud)
2. Toto Raharjo (SALAM Yogyakarta)
3. Fadilla M. Apristawijaya, M.A (Sokola Rimba)
4. Ahmad Bahruddin (Anggota BAN DIKMAS)
5. Nurhady Sirimorok (Sekolah Payo-payo Makassar)
Moderator:
AB Widyanta, MA (Sosiologi Fisipol UGM)
Registrasi peserta: s.id/webinarkkd
Info Lebih Lanjut :
Instagram/Twitter @kongresdesa
Fans Page FB Kongres Kebudayaan Desa
Website: https://kongreskebudayaandesa.id/