Kamis, 1 Agustus 2019 Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Univeritas Gadjah Mada (PSPK UGM) kembali mengadakan seminar bulanan Rural Corner yang menghadirkan Subedjo, S.P., M.Sc., Ph.D, Peneliti Ahli PSPK UGM/Dosen Sosial Ekonomi Pertanian UGM sebagai narasumber dari kalangan akademisi, serta Supardi, Ketua Kelompok Tani Margo Rukun, Desa Pampang, Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunungkidul sebagai narasumber dari kalangan praktisi. Dengan dimoderatori oleh Muhammad Yunan Roniardian, M.Sc., Peneliti PSPK UGM, diskusi Rural Corner kali ini mengangkat tema “Pemanfaatan Dana Desa untuk Kesejahteraan Petani dan Ketahanan Pangan.” Tema yang dipilih merupakan rangkaian dari tema Rural Corner yang diadakan sebelumnya dengan tujuan untuk mencermati dan mengevaluasi UU Desa yang sudah berjalan selama 5 tahun.
Dalam pembukaannya, Subejo mengatakan bahwa dalam pasal 80 UU Desa betul-betul secara eksplisit sudah mengatakan bahwa prioritas program yang sangat terkait dengan pertanian yaitu pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif, pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi, ini semua sangat terkait dengan pertanian. Hal ini dapat menjadi landasan yang kuat dimana alokasi Dana Desa nantinya betul-betul harus sesuai. Narasumber berasumsi bahwa ketika dana desa dapat dialokasikan dengan baik untuk pertanian, otomatis jika pertanian menjadi produktif, pangan menjadi baik maka kemiskinan akan berkurang. Meskipun di desa ada pengurangan kemiskinan sejumlah lima ratus ribu dalam kurun waktu satu tahun, pada kenyataannya penurunan itu tidak signifikan karena angka kemiskinan di desa masih cukup tinggi dibandingkan di kota. Berdasarkan data BPS, jumlah orang miskin di pedesaan sebesar 15 juta, sedangkan di kota berjumlah 10 juta.
Fakta yang menarik dari banyaknya kemiskinan di pedesaan adalah konsumsi beras yang begitu tinggi. Padahal produksi beras Indonesia berada di kawasan pedesaan. Konsumsi beras yang tinggi tidak diimbangi dengan produksi yang bagus, seperti sebagian besar petani yang sudah berusia lanjut, sistem irigasi yang kurang baik, bahkan masih banyak petani yang hanya mengandalkan air hujan untuk tanaman mereka. Alhasil, di musim paceklik mereka harus membeli beras.
Dana desa diharapkan dapat dikelola dengan baik agar kemiskinan di pedesaan dapat berkurang signifikan, salah satunya dengan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat desa seperti yang diceritakan oleh Subejo tentang Rahayu yang berhasil membuat inovasi baru berupa beras berbahan dasar ketela di Gunung Kidul. Adanya sumber pangan lain pengganti beras inilah yang dapat meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi kemiskinan di pedesaan. Padahal menurut narasumber, beberapa program desa melalui dana desa sebagian besar sudah mengarah ke bidang ekonomi pertanian seperti pelaksanaan program padat karya untuk revitalisasi irigasi, embung desa maupun hutan desa.
Supardi memaparkan tentang berbagai program di Desa Pampang, Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunung Kidul yang memanfaatkan dana desa. Dalam pemaparannya Supardi sependapat dengan Subejo bahwa pemanfaatan dana desa untuk pertanian dan ketahanan pangan ini masih menemui problem. Hal ini terjadi karena sebagian besar dana desa dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan, saluran irigasi, dan pengembangan ekowisata yang ada di Desa Pampang. Meskipun dibangun saluran irigasi, keberadaannya belum dapat dikatakan mampu mengatasi permasalahan petani yang ada di desa Pampang, karena pada kenyataannya mereka masih mengandalkan musim hujan untuk menanam padi, sedangkan di musim kemarau mereka tidak memanfaatkan lahan untuk menanam padi karena tidak ada air.
Beberapa permasalahan yang terjadi di Desa Pampang yang berkaitan dengan pertanian pada umumnya sama dengan permasalahan yang terjadi di secara nasional. Dana desa yang diformulasikan untuk kesejahteraan masyarakat pedesaan belum bisa berperan dalam mewujudkan kesejahteraan, khususnya kesejahteraan pangan. Ditambah lagi dengan generasi petani yang sudah semakin sedikit. Keengganan generasi muda terjun di bidang pertanian menjadikan jumlah petani menjadi berkurang secara signifikan.
Dalam sesi diskusi, Sumantara peserta seminar yang mewakili Serikat Tani Indonesia, Bantul membenarkan apa yang disampaikan oleh Supardi. Ia mengatakan bahwa di Bantul, partisipasi masyarakat sangat kurang di perencanaan dan penganggaran program pemanfaatan dana desa. Ia menyampaikan bahwa apa yang disampaikan Supardi merepresentasikan sebanyak 75 desa di Kabupaten Bantul. Sementara Widayadi, peserta lain yang berasal dari Sleman menyatakan bahwa berdasarkan dokumen RPJMDes hingga saat ini belum ada dana desa di desanya yang dipergunakan untuk pertanian, semua masih dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu wajar apabila dana desa belum mampu memberi manfaat kepada para petani. Sementara itu, Muhamad dari Biro Bina Masyarakat Desa DIY menyatakan bahwa pemrintah daerah teleh berupaya agar Dana Desa bias efektif yaitu dengan melaksanakan program dampingan, khusus program dalam pemberdayaan masyarakat desa. Antoni Rimon peserta seminar yang bekerja sebagi konsultan enyatakan bahwa kendala utama yang menyebabkan dana desa tidak efektif untuk mensejahterakan masyarakat desa, khususnya kaum tani adalah karena SDM pengelola dana Desa yang rendah. Hal itu menyebabkan dana desa hanya dimanfaatkan untuk program infrastruktur. Untuk mengatas persoalan tersebut maka perlu ada pendamping dari perguruan tinggi.
Menanggapi berbagai pertanyaan dan komentar dari peserta diskusi, Subejo menyatakan bahwa isu besar dalam pengelolaan dana desa adalah kualitas SDM pengelola yang masih rendah. Untuk mengatasi persoalan tersebut, maka perlu sinergi dari berbagai pihak dalam meningkatkan kualitas SDM pengelola dana desa. Sementara Supardi menyatakan bahwa untuk mengatasi persoalan tersebut maka perlu ada orang-orang yang memiliki kepedulian pada pembangunan desa untuk duduk dalam BPD karena semua program pembangunan desa direncanakan oleh pemerintah desa Bersama BPD. Supardi berharap, BPD memiliki kepedulian kepada para petani agar program-program pembangunan yang diusulkan berkontribusi pada kesejahtaraan mereka. [Evy Gustiana].