Energi Pedesaan: Akan Dibawa Kemana?

“Di era modern sekarang ini listrik padam satu jam merupakan hal yang wajar, namun bila padam sampai satu hari itu namanya kurang ajar. Demikianlah gerutu seorang teman mahasiswa yang dilontarkan sebagai ungkapan kekesalan mensikapi sering terjadinya pemadaman listrik oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang berlangsung dalam tempo yang relatif lama” ungkap penyaji membuka seminar bulanan yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada (PSPK UGM) pada hari Kamis, tanggal 10 Maret 2011. Seminar yang diselenggarakan pada sore hari, bertempat di ruang sidang kantor PSPK UGM, dan dihadiri oleh peserta dari kalangan akademisi, aktivis LSM dan masyarakat umum. Pada kesempatan tersebut menghadirkan seorang pakar energi, Ahmad Agus Setiawan, S.ST, M.Eng, PH.D, dosen jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, dengan moderator Drs. Suharman, M.Si, wakil kepala PSPK UGM. Topik yang dibahas pada seminar tersebut adalah “Energi Pedesaan: Akan Dibawa Kemana?”

“Keluhan terhadap masalah pasokan listrik yang tidak stabil/sering terjadi pemadaman bukan hanya berasal dari satu kalangan masyarakat saja tetapi berasal dari berbagai kalangan. Bukan hanya berasal dari mahasiswa atau akademisi yang memiliki sikap kritis dan merasa terganggu kegiatan belajar mereka akibat terjadinya pemadaman listrik, tetapi juga dari kalangan warga masyarakat biasa yang merasa terganggu aktivitas perekonomian mereka akibat kondisi tersebut. Bukan hanya berasal dari rumah tangga yang mengkonsumsi listrik untuk memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga kalangan pengusaha yang mengkonsumsi listrik untuk melaksanakan kegiatan produktif. Bukan hanya dari kalangan masyarakat pedesaan dan kawasan terpencil yang jauh dari pusat pemerintahan, tetapi juga dari kalangan masyarakat perkotaan yang dekat dengan pusat pemerintahan republic ini. Singkat kata, semua pihak merasa dirugikan dengan kondisi tersebut” lanjut penyaji.

“Selain masalah energi listrik, akhir-akhir ini kita juga disuguhi dengan pemberitaan di berbagai media massa tentang kelangkaan BBM yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, serta kebingungan dari pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut” lontar mas Agus, alumni program doctoral dari Australia yang selain mengajar di almamaternya, juga sering menjadi konsultan berbagai program terkait dengan masalah energi yang di laksanakan oleh beberapa pihak, baik pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat. “Melihat kenyataan ini mungkin timbul pertanyaan, mengapa bangsa Indonesia yang terkenal memiliki sumber daya alam yang berlimpah bisa mengalami krisis energi ?” lanjut penyaji.

Menurut penyaji, beberapa faktor yang dapat dipandang sebagai penyebab terjadinya krisis energi yang sering melanda negeri ini. Pertama, pertumbuhan tingkat kebutuhan energi di Indonesia yang tidak sebanding dengan kemampauan untuk menyediakannya. Peningkatan itu terjadi karena adanya pertambahan jumlah penduduk yang berlangsung terus menerus dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin mengandalkan sektor industri. Pertumbuhan penduduk mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah konsumen energi, dan pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada sektor industry membutuhkan pasokan energi listrik yang lebih banyak yang mengakibatkan terjadinya lonjakan kebutuhan energi di negeri ini. Kedua, pengelolaan sumber daya energi oleh negara yang belum optimal. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diserahi tugas untuk mengelola sumber daya energi, misalnya PLN dan Pertamina, belum dapat melaksanakan tugas yang diembannya dengan sebaik-baiknya. Ketiga, kebijakan negara-negara kapitalis yang memanfaatkan sumber daya energi dunia secara tidak adil. Mereka sering berlaku curang, mendorong negara lain untuk mengeksploitasi sumber energi yang dimiliki, namun menyembunyikan sumber daya energi yang dimiliki untuk cadangan di masa depan.

Kesulitan yang dialami oleh pemerintah untuk menyediakan energi yang dibutuhkan oleh rakyat akan terus berlanjut apabila pemerintah tidak melakukan kebijakan yang tepat, yang dapat segera menghilangkan sumber permasalahan utama yang menyebabkan terjadinya krisis energi. Apabila permasalahan krisis energi dinilai terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara jumlah pasokan energi dengan kebutuhan energi dalam negeri maka pemerintah harus berusaha keras untuk meningkatkan produksi energi. Apabila krisis energi dinilai terjadi karena pengelolaan sumber daya energi yang belum optimal oleh lembaga yang diserahi tugas melakukan pengelolaan sumber daya energi maka pemerintah harus menata ulang lembaga pengelola sumber daya energi tersebut, dan apabila krisis energi dinilai terjadi karena adanya ketimpangan dalam sistem pengelolaan sumber daya energi dunia maka pemerintah harus berani menentang sistem tersebut.

Sumber Energi Terbarui

Khusus terkait dengan krisis energi yang disebabkan oleh adanya ketimpangan antara jumlah pasokan energi dengan tingkat kebutuhan energi dalam negeri, maka pemerintah dapat menempuh kebijakan diversifikasi sumber energi dengan memanfaatkan berbagai potensi yang ada di negeri ini. Semua orang tahu bahwa negeri ini memiliki aneka macam sumber daya energi yang belum dikelola dengan baik. Sebagai contoh, negeri ini memiliki sumber daya angin, panas bumi, air mikro dan matahari yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik. Negeri ini juga memiliki beraneka macam tanaman yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan sumber energi biofuel/biodiesel yang dapat menjadi pengganti bahan bakar minyak yang semakin berkurang. Pemerintah harus mampu memanfaatkan semua potensi tersebut.

Bila dibandingkan dengan kalangan internasional, perhatian pemerintah Indonesia dalam upaya pemanfaatan sumber energi terbarukan masih relatif kurang. Di banyak negara telah dilaksanakan berbagai upaya, baik dalam tataran kebijakan maupun teknis, yang dapat mendukung upaya pemanfaatan sumber energi terbaru. Sementara di negeri ini, perhatian pemerintah masih terfokus pada upaya pengendalian harga BBM semata. “Pada tahun lalu pemerintah telah mencanangkan program desa mandiri energi di sebuah desa di Purwodadi, Jawa Tengah dengan melakukan penanaman tanaman jarak sebagai sumber bahan bakar alternatif, namun program tersebut tidak ada kelanjutannya sehingga malah menimbulkan kekecewaan warga masyarakat”, terang penyaji. Belum adanya perhatian pemerintah dalam upaya pengembangan sumber energi terbarukan juga dirasakan oleh kalangan akademi. Mereka telah berupaya untuk mengembangkan teknologi yang dapat dipergunakan untuk memanfaatkan sumber energi terbarukan yang ada di negeri ini, misalnya teknologi pembangkit listrik tenaga angin, panas bumi, mikro hidro, biogas, matahari dan juga teknologi pengolahan tumbuhan (jarak, nyamplung, dll) yang dapat menghasilkan biofuel, namun ketika ditawarkan kepada pemerintah, tidak ada perhatian, dengan alasan tidak ada investor yang tertarik.

Faktor lain yang juga menjadi penyebab lambanya upaya pemanfaatan sumber energy terbarukan di Indonesia adalah rendahnya partisipasi masyarakat. Banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memperkenalkan teknologi pemanfaatan sumber energi terbarui, namun tidak dapat mencapai hasil seperti yang diharapkan. Selama LSM masih mendampingi masyarakat dalam pelaksanaan program pemanfaatan sumber energi terbaruhi, kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik, namun ketika LSM mengakhiri pendampingan, program tersebut berhenti. Masyarakat tidak mau melanjutkan program tersebut dengan berbagai alasan, misalnya keterbatasan biaya untuk melanjutkan program tersebut.

“Salah satu syarat agar program pemanfaatan sumber energy terbarukan dapat berjalan dengan baik adalah adanya perhatian serius dari pemerintah. Perhatian tersebut bukan hanya diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan berbagai kebijakan yang dapat mendukung upaya pemanfaatan sumber energy terbarukan, misalnya dengan penyediaan anggaran yang memadai untuk pembangunan sarana dan prasarana pendukung program, tetapi juga peningkatan kesadaran warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam program, khususnya dalam menjaga keberlanjutan program” kata penyaji sebelum seminar ditutup.*(dc)