Kamis, 5 Maret 2020, Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada (PSPK UGM) kembali menggelar seminar bulanan Rural Corner dengan topik “Pemilihan Kepala Desa dan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).” Hadir sebagai pembicara Drs. Budiharjo, M.Si selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Sleman; serta Dr. Mada Sukmajati, M.PP, Dosen Departemen Ilmu Politik dan Pemerintahan UGM. Acara yang dihelat di Ruang Sartono ini dimoderatori oleh Muhammad Yunan Roniardian, M.Sc, Peneliti PSPK UGM. Acara ini berhasil mengundang atensi publik dengan banyaknya kehadiran peserta dari berbagai kalangan. Mulai dari mahasiswa, dosen, penggiat desa, dan warga masyarakat yang peduli dengan kemajuan desa.
Dalam pemaparannya, Budiharjo menyampaikan bahwa seiring dengan visi Kabupaten Sleman, yaitu terwujudnya masyarakat Sleman yang lebih sejahtera, mandiri, berbudaya, dan terintegrasikannya sistem e-Government menuju smart regency pada tahun 2021, serta atas dasar peraturan daerah (Perda) nomor 18 tahun 2019, tentang perubahan kedua atas perda Sleman nomor 5 tahun 2015 tentang tata cara pemilihan dan pengangkatan kepala desa, maka Pemerintah Kabupaten Sleman bertekad untuk melaksanakan pilkades 29 Maret 2020 di 49 desa, 718 padukuhan, 17 kecamatan menggunakan sistem e-voting.
Latar belakang dilaksanakannya e-voting dalam pilkades antara lain, (1) lambatnya proses penghitungan suara, (2) kurangnya validitas data pemilih, (3) hilangnya suara karena rusak atau tidak sah, (4) perbedaan hasil penghitungan yang dilakukan panitia dengan saksi, serta (5) pemanfaatan surat suara sisa. Sementara itu, keunggulan sistem e-voting menurut pembicara adalah (1) pemberian suara hanya menyentuh tanda gambar di panel, (2) penghitungan suara menjadi lebih cepat dan akurat, (3) tidak ada suara yang hilang, (4) sistem keamanan terjamin, (5) menghasilkan jejak audit elektronik dalam bentuk struk suara pilihan pemilih, dan (6) menjamin transparansi, akuntabilitas, serta kecepatan bagi publik untuk mengakses hasil pemilihan.
Untuk melaksanakan pilkades serentak dengan sistem e-voting diperlukan ketersediaan sumber daya, antara lain sumber daya manusia (SDM), regulasi, anggaran dan peralatan. Untuk memperoleh SDM yang berkompeten dalam mendukung pemilihan kepala desa dengan e-voting maka pemerintah kabupaten telah bekerja sama dengan 7 perguruan tinggi di DIY untuk menyediakan tenaga teknis utama (TTU) yang berjumlah 59 orang dan tenega teknis lapangan (TTL) yang berjumlah 1220 orang. Terkait dengan regulasi yang menjadi payung hukum pelaksanaan pilkades dengan e-voting, pemerintah kabupaten telah menerbitkan Perda dan Perbub yang mengatur berbagai hal terkait pilkades dengan sistem e-voting. Untuk anggaran yang akan dipergunakan untuk mendukung kegiatan pilkades serentak dengan sistem e-voting pemerintah kabupaten mengganggarkan dana sebesar 50 milyar yang akan dipergunakan untuk pengadaan alat dan pemberian bantuan penyelenggaraan pilkades di tiap-tiap desa. Terkait dengan peralatan yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pilkades serentak dengan sistem e-voting pemerintah kabupaten telah membeli laptop dengan aplikasi, touchsrceen, desktop dan saat ini disimpan di beberapa gudang milik pemkab.
Terkait dengan keamanan sistem e-voting Budiraharjo menyampaikan bahwa sistem ini sangat aman karena sistem tidak tersambung ke jaringan internet apapun. Dari aspek kerahasiaan pilihan, sistem bisa merahasiakan pilihan pemilih, hasil pilihan di enkripsi dan diacak urutannya. Terkait dengan akurasi, semua surat suara pemilih dihitung secara akurat. Tanda pemilih sudah memilih adalah tercetaknya struk audit, diambil pemilih dan diverifikasi, lalu dimasukkan ke kotak audit. Pilihan dapat diverifikasi, pemilih secara personal dapat memastikan bahwa surat suara benar direkam sesuai pilihan, dihitung sesuai yang direkam, dan pemilih dapat memverifikasi pilihannya.
Dr. Mada Sukmajati, sebagai pembicara kedua menyampaikan bahwa tujuan utama pelaksanaan pilkades adlah kesejahteraan masyarakat desa. Dengan sistem apapun, baik manual maupun dengan teknologi pilkades harus dapat mewujudkan tujuan tersebut. Ia menegaskan bahwa teknologi dalam pelaksanaan pilkades bukanlah tujuan utama melainkan hanya sarana untuk meraih tujuan utama yaitu kesejahteraan masyarakat desa.
Pelaksanaan pilkades dengan sistem e-voting yang akan diselenggarakan oleh pemkab Sleman, seyogyanya juga bisa disinergikan dengan pelaksanaan Pilkada dan Pilpres/Pileg. Karena berbagai permasalahan yang selama ini terjadi dalam pilkades juga sering terjadi dalam Pilkada/Pilpres/Pileg maka kemampuan PemKab Sleman untuk menyelesaikan berbagai persoalan tersebut bisa menjadi pembelajaran untuk menyelesaikan persoalan yang sama yang juga terjadi dalam Pilkada/Pilpres/Pileg. Beberapa persoalan yang sering mewarnai pilkades misalnya politik uang, politik hoak dan politik identitas, apabila bisa diselesaikan oleh pemerintah kabupaten Sleman maka kemampuan tersebut bisa dikontribusikan untuk menyelesaikan persoalan yang sama yang juga terjadi dalam Pilkada/Pilpres/Pileg.
Mada Sukmajati juga berharap bahwa penyelenggaraan pilkades dengan sistem e-voting juga dapat membawa perubahan pada peningkatan hasil pemilu, yaitu terpilihnya calon kepala desa yang ideal. Apabila pilkades dengan sistem manual belum bisa menghasilkan calon kepala desa yang ideal maka dengan sistem e-voting diharapkan dapat dihasilkan kepala desa yang ideal. Namun apabila kualitas kepala desa yang dihasilkan dari pilkades dengan sistem e-voting sama dengan kepala desa yang dipilih dengan pilkades manual maka perubahan sistem tersebut bisa dikatakan belum berhasil.
Pemanfaatan teknologi informasi dalam pilkades hendaknya bisa memunculkan calon kepala desa yang berkualitas, yaitu kepala desa yang mampu mengembangkan politik programatik, mengandalkan program unggulan untuk meraih dukungan masyarakat desa. Pilkades sistem e-voting juga diharapkan bisa menjadi arena regenerasi pemimpin nasional. Melalui pilkades dengan sistem e-voting diharapkan bisa terpilih pemimpin desa yang berkualitas yang bisa meningkatkan dan mengembangkan diri ehingga bisa menjadi pemimpin nasional.
Untuk meraih berbagai harapan terkait dengan pelaksanaan pilkades dengan sistem e-voting tersbu maka seyogyanya pemerintah kabupaten Sleman bukan hanya melakukan pekerjaan yang terkait dengan masalah teknis pelaksanaan pilkades, tetapi juga bisa mengembangkan sistem dalam pilkades yang bisa mengembangkan kualitas calon kepala desa. Misalnya dengan mengembangkan sistem penyampaian visi misi calon kepala desa secara dialogis antara calon kepala desa dengan masyarakat atau dengan sistem debat antar calon.
Dalam sesi diskusi, Widayadi peserta dari Tempel, Sleman menyampaikan harapannya bahwa sistem baru dalam pilkades bisa menyelesaiakan berbagai persoalan yang ada di desa, misalnya kasus penambangan pasir. Mahmud dari Institute for Research and Empowerment (IRE) menyampaikan hasil penelitian mandiri terkait dengan e-voting yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Sleman dan ia menekankan bahwa sosialisasi tentang e-voting penting bagi seluruh warga masyarakat. Sedangkan Angga, peserta dari kalangan mahasiswa menanyakan persoalan terkait dengan kualitas hasil print yang akan menjadi bukti audit hasil yang rata-rata tidak bisa bertahan lama.
Menanggapi berbagai hal yang disampaikan oleh peserta, Budiharjo menyampaikan bahwa tenggat waktu untuk penyelesaian sengketa pilkades hanya 1 bulan sehingga diharapkan hasil print-out masih bisa terbaca dengan baik. Sedangkan Mada Sukmajati menyampaikan bahwa pilkades harus bisa menjadi ajang untuk menyampaikan berbagai persoalan yang ada di desa kepada para calon kepala desa, sehingga dapat diketahui kebijakan apa yang akan dilakukan oleh calon kepala desa tersebut untuk menyeleaikan masalah tersebut. [Mulyono]