Arsip:

Arsip Media

Berdayakan Masyarakat Desa, PSPK UGM Tanam 150 Bibit Kelapa Genjah

Selasa (7/11), Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada (PSPK UGM) melakukan kegiatan “Tanam Perdana 150 Bibit Kelapa Genjah” di Desa Ngalian, Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo. Acara ini merupakan salah satu dari rangkaian “Program Pengembangan Agro-industri Kelapa Genjah untuk Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Desa” yang bermitra dengan Bappeda Kabupaten Wonosobo dan Desa Ngalian.

Acara tersebut dihadiri oleh Prof. Dr. Bambang Hudayana, MA (Kepala PSPK UGM), Dr. Jaelan, SKP, M.Kes (Kepala Bappeda Kabupaten Wonosobo), Warsono (Kepala Desa Ngalian), Prof. Dr. Suharko (Peneliti Ahli PSPK UGM), serta Harjanto, S.IP, MM (Kabid Pemerintahan, Sosial, dan Budaya Bappeda Kabupaten Wonosobo). Sebagai awalan, Program Pengembangan Agro-industri Kelapa Genjah ini menyasar Kelompok Tani Ngudi Tentrem Dusun Pukiran sebagai kelompok sasaran pengelola program. Terdapat 150 bibit yang ditanam di lahan tanah kas desa seluas 1 hektar.

Dalam pembukaan acara, Prof. Dr. Bambang Hudayana, MA menyampaikan pentingnya modal sosial dalam pengelolaan sebuah kelompok tani. “Agar program ini dapat terus berkelanjutan, sampai pohon kelapa genjah berbuah dibutuhkan 3 sampai dengan 4 tahun, kekompakan dan kesolidan kelompok tani harus terus dipupuk dan dijaga,” ujarnya. Terkadang kelompok tani terbuai dengan berbagai modal ekonomi dalam wujud alat produksi dan uang tunai semata. Menambahkan apa yang diucapkan Prof. Dr. Bambang Hudayana, MA., Dr. Jaelan, SKP, M.Kes menyerukan agar kelompok tani dapat mengembangkan potensi mereka secara cerdas dan kreatif. Di era digital, mereka perlu rutin mendokumentasikan berbagai kegiatan kelompok agar dapat mempererat kebersamaan dan mengangkat eksistensi mereka tidak hanya sebatas di level desa saja. Eksistesi yang dikemas dan disosialisasikan dalam bentuk konten digital tersebut kedepannya dapat berguna dalam upaya mengakses berbagai peluang bantuan pendampingan, baik dari level daerah maupun pusat. Tak ketinggalan, Prof. Dr. Suharko juga menyampaikan pentingnya memanfaatkan kemudahan akses informasi di era digital. “Adanya internet telah memudahkan kita untuk belajar berbagai hal, salah satunya yaitu budidaya kelapa genjah,” ungkapnya. Disamping berbagai kegiatan pelatihan dan pendampingan yang dilakukan oleh PSPK UGM, Kelompok Tani Ngudi Tentrem juga dapat belajar dari berbagai best practices di bidang budidaya kelapa genjah melalui konten-konten relevan yang tersedia di berbagai platform sosial media.

Program Pengembangan Agro-industri Kelapa Genjah ini bersifat jangka panjang, diperlukan kurang lebih 4 tahun hingga bibit yang ditanam dapat dipetik hasil panennya. Melalui peta jalan pemberdayaan yang telah disusun, PSPK UGM akan terus melakukan pendampingan secara berkelanjutan, mulai dari pelatihan manajemen kelompok tani, perawatan tanaman, pemanenan, pengolahan hasil panen, hingga pemasaran produk hasil olahan. Dengan adanya Program Pengembangan Agro-industri Kelapa Genjah ini, kedepannya diharapkan dapat menjadi salah satu sumber peningkatan ekonomi masyarakat Desa Ngalian.

Perkuat Kelompok Tani, PSPK UGM Adakan Pelatihan Manajemen Kelembagaan Kelompok Tani

Sabtu (21/10) Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada (PSPK UGM) mengadakan “Pelatihan dan Pendampingan Penguatan Motivasi Serta Kelembagaan Kelompok Tani”. Peserta dalam kegiatan ini adalah Kelompok Tani Ngudi Tentrem, Dusun Pukiran, Desa Ngalian, Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo yang terdiri dari 25 orang. Susanto, Ketua Koperasi Nira Kamukten Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, hadir sebagai mentor dalam acara pelatihan ini. Selain itu, kegiatan pelatihan ini juga dihadiri oleh Prof. Dr. Suharko (Peneliti Ahli PSPK UGM) dan Sudarman (Kaur Kesra Desa Ngalian).

Pelatihan ini menjadi wadah untuk menyampaikan motivasi dari best practice agar Kelompok Tani Ngudi Tentrem dapat memahami prospek pengembangan sosial-ekonomi sektor pertanian gula kelapa. Melalui pemaparannya, Susanto bercerita tentang sejarah dan proses keberhasilan Kelompok Nira Kamukten dalam pengembangan industri gula semut dari level nasional hingga global. Ia membeberkan strategi terkait tata cara pengelolaan atau manajemen kelompok tani agar dapat menciptakan hubungan kerja sama dan komunikasi yang harmonis, baik di level internal maupun eksternal.

Sudarman, selaku Kaur Kesra Desa Ngalian menambahkan, kegiatan ini dapat menjadi momentum Desa Ngalian untuk membangkitkan kembali sektor pertanian gula kelapa yang sudah lama mulai ditinggalkan masyarakat. “… dahulu masyarakat dapat hidup sejahtera melalui gula kelapa. Sekarang jumlah penderes semakin lama kian surut,” ungkapnya. Prof. Dr. Suharko kemudian memaparkan setidaknya terdapat beberapa penyebab semakin tidak diminatinya profesi penderes. Pertama, risiko kerja muncul dari aktivitas mereka ketika mengambil air nira di pohon kelapa yang tinggi. Kedua, cuaca buruk yang dapat mengganggu produksi dan mengancam keselamatan pada saat menderes. Ketiga, daya tawar produk olahan yang masih rendah. Keempat, godaan untuk merantau bekerja ke luar daerah, pulau, bahkan luar negeri.

Melalui pelatihan ini dan berbagai kegiatan pelatihan dan pendampingan lain yang tergabung dalam “Program Pengembangan Agro-Industri Kelapa Genjah di Desa Ngalian, Wadaslintang, Wonosobo”, diharapkan menjadi langkah maju agar masyarakat Desa Ngalian dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka melalui optimalisasi pengembangan potensi sumber daya alam, dalam hal ini gula kelapa seperti sedia kala.

Tamu Spesial: Kunjungan Keluarga Prof. Dr. W.F. Wertheim di PSPK UGM

Pada hari Rabu, tanggal 24 Mei 2023, PSPK UGM kedatangan tamu spesial yakni keluarga Prof. Dr. W.F. Wertheim langsung dari Negeri Kincir Angin Belanda. Keluarga atau rombongan yang datang berjumlah 3 orang dan terdiri dari putri, anak menantu dan cucu Prof. Wertheim. Kunjungan kali ini diinisiasi oleh Ibu Anne-Ruth Wertheim (Putri Kandung Prof. Wertheim) yang tiba di PSPK tepat pukul 10.00 WIB, dan disambut langsung oleh Prof. Dr. Bambang Hudayana, M.A. (Kepala PSPK UGM).

Adapun tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk melakukan kilas balik (napak tilas) sepak terjang Prof. Wertheim dalam membangun PSPK UGM, serta sumbangsih pemikiran yang beliau tuangkan dalam bentuk koleksi buku yang masih tersimpan rapi di perpustakaan PSPK dan “Wertheim Collection”. Kunjungan yang dilakukan diwarnai dengan berbagai acara seperti penyambutan dari kepala PSPK, sesi diskusi bersama peneliti PSPK dan mahasiswa UGM, hingga room tour melihat ruangan-ruangan beserta koleksi buku milik Prof. Wertheim. Pada sesi diskusi, acara dipimpin oleh peneliti PSPK yaitu Mohammad Ghofur sebagai moderator dan dilanjutkan dengan pemaparan mengenai cerita singkat sejarah Prof. Wertheim oleh putrinya yaitu Ibu Anne-Ruth. Tak lupa setelah sesi diskusi bersama dilakukan, Keluarga Wertheim melalui putrinya menyampaikan harapannya bahwa peninggalan Prof. Wertheim terutama koleksi buku-buku yang ada harus tetap dijaga kondisinya. Harapan tersebut dilandasi atas asas kebermanfaatan bagi peneliti maupun mahasiswa yang ingin menggali informasi dan menambah wawasan melalui buku-buku koleksi, pemikiran dan tulisan-tulisan langsung dari Prof. Wertheim.

Setelah kegiatan kunjungan dilakukan, Keluarga Wertheim berpamitan dan memberikan salam perpisahan yang ditandai dengan pemberian 3 buah buku karangan Prof. Wertheim yang selama ini ada di Belanda untuk disimpan bersama di Perpustakaan Wertheim Collection. Pada momen tersebut, seorang Mahasiswa Magister Sejarah UGM yang bernama Taufik mengungkapkan kegembiraan dan rasa syukurnya. Karena, salah satu buku yang diserahkan ke PSPK oleh Keluarga Wertheim merupakan buku langka yang susah ditemukan dan relevan untuk keperluan pemenuhan data tesis yang saat ini sedang dia kerjakan. Tidak hanya satu buku itu saja, dua buku yang lain juga sangat berperan penting untuk menambah khazanah ilmu khususnya mengenai kajian tentang pedesaan dan kawasan, perubahan sosial secara umum, beserta kultur yang terkandung pada setiap masyarakat adat atau lokal di daerahnya.

 

Siaran Pers Seminar Hasil Penelitian Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM

 

Siaran Pers
Seminar Hasil Penelitian Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM
Yogyakarta, 12 Januari 2023 di University Club

Selama hampir 50 tahun, tepatnya sejak 1973 Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM telah melaksanakan berbagai riset yang berkaitan dengan isu-isu pedesaan, pertanian dan pangan di berbagai daerah di Indonesia. Dari berbagai hasil riset pada 2022 saja, PSPK UGM menemukan isu yang menonjol dari semua daerah tersebut, yakni usaha tani rakyat mengalami tekanan dari globalisasi ekonomi, seperti meningkatnya ketergantungan pada pupuk dan benih pabrikan, degradasi lahan akibat masifnya penggunaan bahan kimia berlebihan, dan melemahnya nilai produk hasil pertanian.

Riset aksi yang sudah dilakukan PSPK selama periode 2022 antara lain riset (1) Antropologi Petani 4 wilayah (Buleleng, Kediri, Garut, dan Simalungun), (2) Potensi Ekonomi Porang Dalam Rangka Program MBKM (3) Penanggulangan Kemiskinan Berbasis pada aset lokal, (4) Rencana Program CSR untuk Pemberdayaan Masyarakat Terdampak Pembangunan Kilang Minyak Tuban, (5) Pengembangan Desa Kawasan Bandara, Tenaga Kerja Kawasan Bandara, Desa Wisata dan Kampung Inggris Pare.

Temuan dari berbagai riset PSPK menunjukkan isu krusial yang sebaiknya menjadi pokok pikiran menghadapi tantangan pedesaan, pertanian dan pangan pada 2023. Hal ini karena usaha tani rakyat merupakan salah satu pilar kekuatan ekonomi Indonesia ke depan. Usaha tani rakyat masih menjadi basis penghidupan masyarakat pedesaan dan mampu menyerap angkatan kerja yang besar. Oleh karena itu, diperlukan penguatan dan dukungan kebijakan afirmatif terhadap usaha tani rakyat secara afirmatif dan berkelanjutan.

Seminar PSPK UGM ini menghasilkan kesadaran, pemahaman, dan keberpihakan pada kepentingan petani dan menemukan strategi dan inovasi dalam meningkatkan organisasi petani, ekonomi desa, dan kedaulatan pangan. Seminar ini diikuti oleh pemerhati pedesaan, pertanian, dan pangan dari kalangan pemerintah, perguruan tinggi, korporasi, NGO, dan komunitas petani di berbagai wilayah di Indonesia. Kegiatan seminar dilaksanakan secara luring dan daring dengan menggunakan platform zoom dan disiarkan melalui kanal youtube UGM Yogyakarta.

Dalam sambutannya, Prof. Dr. Bambang Hudayana, MA selaku Kepala PSPK mengantarkan mengenai sejumlah hasil riset PSPK tahun 2022 dan dilanjutkan dengan menyajikan riset tahun 2023 guna meningkatkan kelembagaan usaha tani, kedaulatan pangan dan responsivitas stakeholder khususnya pemerintah. Adapun Prof Suharko mengantarkan rangkaian diskusi secara mendalam mengenai berbagai masalah dan inovasi kelompok tani, desa, dan daerah dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan ekonomi desa.

Tidak kalah penting seminar ini menghadirkan keynote speaker Dr. AAGN Ari Dwipayana yang memiliki kepakaran dalam kebijakan pemerintah di bidang pembangunan pedesaan dan penguatan ekonomi pertanian. Selain itu, seminar menghadirkan pakar akademisi yang memberikan cakrawala mengenai pengembangan pertanian dan pedesaan di Indonesia. Dr. Jamhari, S.P., M.P. mengangkat tema “Problem dan Penguatan Akses Saprodi dan Peningkatan Nilai Hasil Usaha Tani”, Subejo, S.P., M. Sc., Ph.D. membahas mengenai “Problem dan Penguatan Kelembagaan Petani”. Sementara itu, Prof. Dr. Ir. Mochammad Maksum M., M. Sc membahas “Tantangan Kedaulatan Pangan Indonesia dan Kesejahteraan Petani di Tengah Era Globalisasi”.

Guna mengangkat tema-tema yang lebih mengedepankan perspektif lokal seminar ini menghadirkan para praktisi dan pelaku usaha tani di berbagai daerah. Dengan didampingi para staf PSPK, mereka menyampaikan mengenai respons dalam masalah usaha tani masa kini dan inovasinya. Acara ini dipandu oleh Dr. AB Widyanta, Mohammad Ghofur, M.Sc., Suharto, S.Sos. dan melibatkan peneliti muda serta asisten peneliti PSPK UGM.

Pasca diskusi pakar dan praktisi dari lapangan, seminar kemudian merangkum sejumlah gagasan pengembangan riset PSPK 2023. Agenda untuk riset PSPK 2023 adalah (1) Pengembangan organisasi petani menuju kedaulatan pangan di 4 wilayah riset (Bali, Jawa Timur, Jawa Barat & Sumatera Utara, (2) Pengembangan inovasi pengolahan pangan berbasis produksi porang untuk peningkatan kesejahteraan petani dan penguatan UMKM, (3) Pendampingan Kampung Inggris Pare untuk peningkatan SDM dan ekonomi lokal, (4) Pengembangan desa-desa wisata di wilayah Kabupaten Kediri, (5) Inisiatif dan Inovasi CSR untuk pengurangan angka kemiskinan dan stunting masyarakat di wilayah dampingannya dan (6) Program penanggulangan stunting berbasis pada penguatan kelembagaan desa di Wonosobo.

PENGUMUMAN

Akhir-akhir ini terjadi penipuan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM. Berbagai surat undangan (cetak dan digital) mengenai program atau kegiatan yang mengatasnamakan PSPK UGM adalah TIDAK BENAR atau HOAX jika tidak diinformasikan melalui laman resmi lembaga (pspk.ugm.ac.id).

PSPK UGM tidak pernah memungut biaya dalam proses rekrutmen tenaga peneliti, pendamping, dan supervisi dalam kegiatan penelitian maupun pendampingan masyarakat desa.

Apabila masyarakat menemui edaran surat mencurigakan yang mengatasnamakan PSPK UGM, harap menghubungi kami melalui surel berikut: pspk@ugm.ac.id

 

Terima Kasih

Kesempatan Kerja dan Peluang Usaha Bagi Warga Masyarakat Lokal di Kawasan Industri Morowali

Keberadaan kawasan industri pertambangan di wilayah Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah telah membawa dampak penciptaan kesempatan kerja yang sangat besar, baik bagi tenaga kerja lokal maupun tenaga kerja dari luar daerah.  Pada saat ini di kawasan industri seluas 3.000 ha tersebut telah ada 16 perusahaan yang menyerap tenaga kerja sebanyak 25.447 orang pekerja terdiri dari 3.121 orang pekerja asing dan 22.326 orang pekerja dalam negeri. Selain pekerja yang langsung bekerja di perusahaan-perusahaan yang ada di kawasan industri, ada pula pekerja yang bekerja secara tidak langsung yaitu pekerja yang terserap dalam industri pendukung seperti supplier, kontraktor, dan sebagainya. Jumlah pekerja tidak langsung mencapai 53.500 orang, sehingga total pekerja yang bekerja di kawasan industri  (pekerja langsung dan pekerja tidak langsung) mencapai 82.000 orang. Di masa depan, seiring dengan semakin bertambahnya jumlah perusahaan yang beroperasi di kawasan industri Bahodopi maka jumlah pekerja yang terserap di kawasan industri akan semakin meningkat.

Meskipun jumlah lowongan kerja di perusahaan-perusahaan yang ada di kawasan industri Bahodopi masih relatif banyak namun berdasarkan informasi dari lapangan diketahui bahwa pada saat ini banyak warga (pencari kerja) di desa-desa di sekitar kawasan industri yang mengalami kesulitan untuk menjadi pekerja di perusahaan-perusahaan yang ada di kawasan industri tersebut. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak pencari kerja lokal kesulitan untuk masuk menjadi pekerja di perusahaan yang ada di kawasan industri adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM). Meskipun rata-rata pencari kerja lokal memiliki latar belakang pendidikan yang memadai (SMA), namun umumnya mereka tidak memiliki ketrampilan khusus yang dibutuhkan oleh perusahaan, seperti ketrampilan las, kelistrikan, operator alat berat, dll.

Relatif banyaknya jumlah pencari kerja di desa-desa sekitar kawasan industri Bahodopi yang tidak dapat memanfaatkan peluang kerja yang ada di perusahaan apabila dibiarkan berlangsung terus menerus maka akan menyebabkan terjadinya kemiskinan di kalangan warga masyarakat di desa-desa sekitar kawasan industri. Sebuah kondisi yang sangat ironis, karena di satu sisi ada kemakmuran (di lingkungan perusahaan) dan di sisi lain ada kemiskinan (di desa-desa yang ada di sekitar kawasan industri). Untuk  menanggulangi agar kondisi tersebut tidak terjadi maka perlu ada upaya agar para pencari kerja lokal bisa memanfaatkan secara maksimal peluang kerja yang ada di perusahaan-perusahaan industri pertambangan yang ada di kawasan industri. Karena kendala yang menghambat para pencari kerja lokal untuk dapat mengakses kesempatan kerja adalah kualitas SDM, maka perlu ada upaya untuk meningkatkan kualitas SDM pencari kerja lokal yaitu dengan pelatihan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan oleh perusahaan, misalnya ketrampilan pengelasan, kelistrikan, dan operator alat berat.

Selain ketrampilan yang terkait langsung dengan kebutuhan perusahaan-perusahaan industri pertambangan yang ada di kawasan industri, ada ketrampilan lain yang juga perlu diberikan kepada tenaga kerja di desa-desa sekitar kawasan industri, yaitu pelatihan ketrampilan pertukangan, baik tukang kayu maupun tukang batu dan pelatihan ketrampilan perbengkelan/montir. Pelatihan keterampilan pertukangan juga sangat penting bagi tenaga kerja lokal karena hingga saat ini kebutuhan tenaga tukang batu dan tukang kayu di kawasan industri Bahodopi masih tinggi. Hal itu karena hingga saat ini kegiatan konstruksi atau pembangunan pabrik di kawasan industri tersebut masih berlangsung.

Selain akibat masih berlangsungnya proses konstruksi/pembangunan pabrik di kawasan industri, tingginya kebutuhan tenaga tukang juga terjadi akibat maraknya pembangunan rumah kos dan bangunan warung atau tempat usaha lainnya di desa-desa sekitar kawasan industri. Banyaknya warga pendatang yang bekerja di perusahaan-perusahaan yang ada di kawasan industri Bahodopi telah menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan tempat tinggal dan sarana pendukung lainnya. Hal itu dimanfaatkan oleh warga untuk membangun rumah kos dan bangunan untuk tempat usaha. Maraknya pembangunan rumah kos dan tempat usaha telah menyebabkan meningkatnya kebutuhan tenaga tukang. Namun karena jumlah tenaga tukang di desa-desa seputar kawasan industri relatif terbatas maka kebutuhan tersebut tidak tercukupi sehingga akhirnya terjadi kesulitan dalam mencari tenaga tukang.

Karena sulit mencari tenaga tukang lokal maka warga masyarakat di desa-desa seputar kawasan industri harus mendatangkan tenaga tukang dari luar daerah. Meskipun kesempatan untuk bekerja sebagai tukang sangat tinggi dan upah tenaga tukang juga relatif tinggi yaitu mencapai 250.000 rupiah/hari masih ditambah makan dan rokok, namun banyak tenaga kerja lokal yang tidak mampu mengakses kesempatan kerja tersebut karena mereka belum memiliki ketrampilan pertukangan. Untuk mengatasi persoalan tersebut maka perlu ada pelatihan pertukangan bagi tenaga kerja di desa-desa sekitar kawasan industri agar mereka mampu mengakses kesempatan kerja tersebut.

Ketrampilan lain yang juga banyak dibutuhkan di desa-desa sekitar kawasan industri Bahodopi adalah ketrampilan perbengkelan (montir). Akibat banyaknya pekerja perusahaan industri pertambangan di kawasan industri yang membawa kendaraan bermotor (motor) sendiri untuk mobilitas dari dan ke tempat kerja dan banyaknya warga di desa-desa sekitar kawasan industri yang memiliki kendaraan bermotor (motor & mobil) maka banyak muncul bengkel perawatan kendaraan bermotor di desa-desa sekitar kawasan industri. Hal itu menyebabkan kebutuhan tenaga kerja yang ahli dibidang perbengkelan/montir mengalami peningkatan. Namun kesempatan kerja tersebut juga belum banyak dimanfaatkan tenaga kerja lokal karena keterbatasan ketrampilan tenaga kerja lokal di bidang tersebut. Untuk mengatasi kendala tersebut maka perlu ada pelatihan ketrampilan perbengkelan/montir bagi tenaga kerja lokal.

Berbagai ketrampilan yang diperoleh oleh tenaga kerja lokal dari pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak terkait (perusahaan, pemda, desa, dan LSM, dan lain-lain) selain bermanfaat untuk bekal mendaftar kerja di perusahaan-perusahaan industri pertambangan yang ada di kawasan industri, perusahaan sub kontraktor, dan bengkel-bengkel motor yang ada di wilayah Kecamatan Bahodopi, juga bermanfaat sebagai bekal ketika tenaga kerja lokal tersebut ingin membuka usaha sendiri,  misalnya usaha bengkel motor, usaha pengelasan, usaha jasa kelistrikan, dll.

Usaha jasa perbengkelan motor di desa-desa sekitar kawasan industri sangat prospektif berkat banyaknya pekerja perusahaan industri pertambangan di kawasan industri dan warga masyarakat yang memiliki motor. Usaha pengelasan juga sangat prospektif berkat banyaknya warga masyarakat yang membangun rumah baik untuk tempat tinggal maupun untuk rumah kos. Pada umumnya mereka meminta tukang las untuk membuatkan pagar besi/gerbang besi, teralis, dan lain-lain untuk melengkapi rumah yang baru mereka bangun. Usaha jasa kelistrikan juga prospektif karena maraknya pembangunan rumah tinggal/rumah kos juga membutuhkan tenaga terampil di bidang kelistrikan untuk menata jaringan listrik di rumah tersebut.

Kemampuan warga masyarakat di desa-desa sekitar kawasan industri untuk memanfaatkan kesempatan kerja dan kesempatan usaha yang muncul berkat perkembangan industri di daerah mereka, warga lokal juga dapat memperoleh kesejahteraan hidup, sehingga tidak tertinggal dibandingkan dengan para pendatang yang dapat meraih kesejahteraan hidup berkat perkembangan industri di kawasan Morowali. [Mulyono]

Sinergi Pemerintah – Perusahaan Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Desa – Desa Area Lingkar Tambang Morowali

Keberadaan kawasan industri pertambangan dan industri pengolahan hasil tambang di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali telah menyebabkan terjadinya dualisme tingkat kesejahteraan  di wilayah tersebut. Di satu sisi ada lingkungan yang memiliki tingkat kesejahteraan tinggi yaitu lingkungan yang ada di dalam kawasan industri Morowali, namun di sisi lain ada pula lingkungan yang memiliki tingkat kesejahteraan yang masih relatif rendah, yaitu lingkungan pedesaan yang ada di sekitar kawasan industri tersebut.

Keberadaan kawasan industri Morowali telah membawa dampak positif pada peningkatan kesejahteraan para pekerja yang bekerja dan tinggal di kawasan industri tersebut. Hal itu terjadi selain karena para pekerja tersebut mendapatkan hak berupa upah/gaji yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka juga mendapatkan fasilitas penunjang lainnya, misalnya fasilitas tempat tinggal, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Di kawasan industri Morowali terdapat fasilitas tempat tinggal bagi karyawan, khususnya karyawan asing dan karyawan level menengah dan atas. Fasilitas tempat tinggal tersebut sangat representatif karena setiap ruang/kamar dilengkapi dengan AC. Selain itu mes pekerja tersebut juga dilengkapi dengan kantin, arena olah raga dan sarana hiburan. Di kawasan industri Morowali juga terdapat fasilitas kesehatan dan pendidikan yang bisa dimanfaatkan oleh para pekerja dan keluarganya untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan pendidikan.

Selain itu, perusahaan juga menyediakan fasilitas transportasi yang bisa dimanfaatkan oleh para pekerja untuk melakukan mobilitas. Namun kemakmuran/kualitas pelayanan dasar yang tinggi yang ada di dalam kawasan industri Morowali tidak terjadi di desa-desa yang ada di sekitar kawasan industri tersebut. Meskipun keberadaan kawasan industri Morowali telah meningkatkan kemakmuran/kualitas pelayanan dasar bagi warga masyarakat di desa-desa yang ada di sekitarnya, namun  apabila dibandingkan dengan kondisi di dalam lingkungan kawasan industri Morowali maka peningkatan tersebut masih belum signifikan. Apabila dualisme kondisi kemakmuran antara lingkungan yang ada di dalam kawasan industri Morowali dengan lingkungan di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali tidak segera diatasi maka berpotensi untuk menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan. Untuk mengatasi persoalan tersebut maka perlu ada sinergi antara pemerintah daerah dengan perusahaan.

Kesejahteraan di Lingkungan Kawasan Industri Morowali

Dalam suatu proses produksi baik barang maupun jasa, pekerja merupakan salah satu faktor yang memegang peran penting. Untuk mencapai proses produksi yang optimal diperlukan pekerja yang memiliki produktivitas yang tinggi, dan untuk memiliki produktivitas yang tinggi maka kesejahteraan hidup pekerja merupakan hal yang sangat menentukan. Pekerja yang hidup sejahtera akan memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan pekerja yang hidup miskin.

Salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kesejahteraan pekerja adalah upah dan fasilitas kerja yang diterima dari perusahaan. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengamanatkan bahwa setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Sedangkan PP No. 78 Tahun 2015 mendefinisikan penghasilan yang layak sebagai jumlah penerimaan atau pendapatan buruh atau pekerja dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar. Selain penghasilan yang layak, PP No. 78 Tahun 2015 juga mengatur bahwa perusahaan dapat menyediakan fasilitas kerja bagi pekerja dalam jabatan/pekerjaan tertentu atau seluruh pekerja atau buruh. Namun apabila fasilitas kerja bagi pekerja tidak tersedia atau tidak mencukupi perusahaan dapat memberikan uang pengganti fasilitas kerja.

Untuk mendorong agar para pekerja memiliki produktivitas yang tinggi maka perusahaan industri pertambangan dan industri pengolahan hasil tambang yang ada di kawasan industri Morowali  memberi upah pokok sesuai dengan upah minimum sektoral. Upah pokok yang diberikan oleh oleh perusahaan industri pertambangan bagi pekerja dengan masa kerja 0-12 bulan pada tahun 2018 rata-rata mencapai Rp2.900.000,-.  Penghasilan tersebut akan mengalami peningkatan apabila pekerja melakukan kerja lembur, baik kerja lembur wajib maupun kerja lembur sukarela. Dengan melakukan kerja lembur maka penghasilan pekerja di perusahaan industri pertambangan di wilayah Kecamatan Bahodopi dalam satu bulan bisa mencapai Rp5 juta.

Bagi pekerja dalam jabatan/pekerjaan tertentu industri pertambangan yang ada di wilayah Kecamatan Bahodopi menyediakan asrama atau mess pekerja dan rusunawa. Sebagai contoh, PT IMIP menyediakan mess pekerja berupa satu kompleks yang berada di sudut kawasan PT IMIP. Di lokasi itu ada sekitar 12 bangunan bercat cokelat dengan bentuk yang sama. Namun bangunan tersebut tidak semuanya digunakan untuk mess, tapi ada juga untuk perkantoran, kantin untuk tenaga kerja asing, dan sarana olahraga.

Untuk menunjang kenyamanan bagi para penghuninya, di setiap kamar mess terdapat fasilitas televisi dan pendingin ruangan (AC). Satu kamar digunakan oleh satu hingga empat orang sesuai dengan jabatan pekerja. Mereka yang jabatannya tinggi menempati satu kamar untuk 1 orang, sedangkan pekerja yang jabatannya rendah menempati satu kamar mess bersama tiga orang pekerja lain (1 kamar untuk 4 orang pekerja).

Selain menyediakan mess, perusahaan juga menyediakan rusunawa bagi para pekerjanya. Saat ini ada 11 tower rusunawa yang dapat menampung pekerja sebanyak 5.000 orang. Selain atas prakarsa sendiri, peruasahaan juga menggandeng Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk ikut berpartisipasi dalam membangun rusunawa bagi para pekerja PT IMIP. Dari 11 tower rusunawa, 8 tower dibangun oleh PT IMIP dan 3 tower dibangun oleh Kementeriaan PUPR.

Meskipun umumnya industri pertambangan yang ada di kawasan industri di wilayah Kecamatan Bahodopi sudah menyediakan fasilitas tempat tinggal bagi para pekerja berupa mess dan rusunawa, namun karena relatif besarnya jumlah pekerja di perusahaan industri pertambangan yang ada di wilayah Kecamatan Bahodopi maka tidak semua pekerja bisa menikmati fasilitas tempat tinggal yang disediakan oleh perusahaan tersebut. Masih banyak pekerja yang terpaksa tinggal di rumah-rumah penduduk. Bagi mereka yang tidak menempati mess dan rusunawa, perusahaan industri pertambangan umumnya memberikan tunjangan tempat tinggal dan tunjangan transportasi.

Untuk menunjang mobilitas pekerja dari tempat tinggal ke lokasi kerja di kawasan industri pertambangan yang ada di wilayah Kecamatan Bahodopi, perusahaan menyediakan fasilitas angkutan karyawan. Meskipun fasiliatas angkutan tersebut masih sangat terbatas, namun cukup membantu bagi para pekerja dalam melakukan mobilitas di kawasan industri Morowali. Bagi pekerja yang tidak bisa menikmati fasilitas transportasi yang disediakan oleh perusahaan maka perusahaan memberikan tunjangan transportasi yang besarnya Rp.250.000,-

Untuk penunjang kebutuhan kesehatan para pekerja dan keluarganya, perusahaan di lingkungan kawasan industri Morowali menyediakan fasilitas kesehatan berupa klinik yang memberikan pelayanan gratis bagi para pekerja dan keluarganya.  Pelayanan kesehatan di poliklinik milik perusahaan ini

Guna memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak dari para pekerja yang ada di lingkungan kawasan industri Morowali, perusahaan menyediakan fasilitas pendidikan anak usia dini, yang dilengkapi dengan tenaga pendamping dan sarana penunjang pendidikan yang memadai. Meskipun pada saat ini fasilitas pendidikan yang disediakan oleh perusahaan masih sebatas fasilitas pendidikan anak usia dini, namun fasilitas tersebut cukup membantu pekerja dan keluarganya dalam memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Mereka tidak perlu lagi menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah yang lokasinya jauh dari tempat tinggal mereka.

Kondisi Desa-Desa di Area Lingkar Tambang Morowali

Berbeda dengan kondisi lingkungan di dalam kawasan industri Morowali yang relatif makmur dengan dibuktikan oleh tersedianya berbagai fasilitas penunjang untuk pemenuhan kebutuhan dasar, kondisi di desa-desa di sekitar kawasan industri Morowali relatif lebih tertinggal. Terdapat beberapa persoalan yang muncul di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali, antara lain keterbatasan infrastruktur jalan, fasilitas pendidikan, kesehatan, dll.

Hampir sama dengan kondisi desa-desa di Indonesia, desa-desa di sekitar kawasan industri Morowali juga mengalami keterbatasan kualitas dan kuantitas infrastruktur sarana prasarana fisik. Peningkatan pembangunan infrastruktur di desa-desa di sekitar kawasan industri Morowali cenderung lebih lambat dari kota-kota atau wilayah pusat perekonomian, termasuk lingkungan di kawasan industri Morowali. Banyak faktor yang mempengaruhi, dan beberapa faktor yang penting adalah keterbatasan anggaran pembangunan, kelembagaan pemerintahan dan berbagai sumber daya di tingkat lokal pendukung pembangunan perdesaan.

Meskipun sebenarnya desa-desa di Indonesia, termasuk desa-desa di sekitar kawasan industri Morowali mempunyai peluang untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur berkat terbitnya Undang-undang Desa No. 6 Tahun 2014 yang memberikan jaminan desa memiliki DD yang relatif cukup besar namun tingginya kebutuhan untuk pembangunan infrastruktur di desa-desa menyebabkan anggaran Dana Desa yang diterima oleh desa tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan infrastruktur desa.

Persoalan keterbatasan infrastruktur yang banyak dirasakan oleh masyarakat di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali, antara lain kerusakan jalan, air bersih,  dan sanitasi lingkungan. Selain kuantitas jalan yang masih kurang, persoalan kerusakan jalan juga terjadi di semua desa yang ada di sekitar kawasan industri Morowali. Kerusakan tersebut terjadi akibat banyaknya kendaraan berat milik perusahaan-perusahaan sub kontraktor yang memanfaatkan jalan di desa-desa tersebut untuk melakukan mobilitas. Infrastruktur jalan di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali mudah rusak karena umumnya jalan desa tersebut masih berupa jalan sirtu yang becek pada saat musim hujan dan berdebu pada saat musim kemarau.

Persoalan terkait dengan fasilitas air bersih bagi pemenuhan kebutuhan hidup keluarga-keluarga di desa-desa di sekitar kawasan industri Morowali timbul akibat pencemaran limbah pertambangan. Di beberapa desa, sumur warga tidak dapat dimanfaatkan lagi untuk memenuhi kebutuhan air bersih akibat pencemaran limbah pertambangan, dan sebagian yang lain mengalami kekeringan akibat kegiatan pertambangan yang dilaksanakan oleh perusahaan. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih sebagian besar warga di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali mengandalkan air mineral yang dijual oleh para pedagang.

Persoalan sanitasi lingkungan menjadi persoalan baru di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali. Seiring dengan maraknya pembangunan bangunan kos bagi para pekerja perusahaan yang berasal dari luar daerah, muncul persoalan sanitasi lingkungan dan sampah. Persoalan sanitasi lingkungan terjadi karena pada umumnya pembangunan bangunan kos di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali tidak dilengkapi dengan instalasi pembuangan air limbah keluarga. Hal itu menyebabkan di sekitar pemukiman warga banyak terdapat genangan limbah cair yang dihasilkan oleh keluarga. Sedangkan persoalan sampah terjadi karena pertambahan jumlah penduduk di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali tidak diimbangi dengan pembangunan fasilitas pembuangan sampah yang memadai, sehingga sampah berserakan di sembarang tempat karena warga membuang sampah sembarangan.

Di desa-desa di sekitar kawasan industri pertambangan memang telah tersedia fasilitas pendidikan berupa sekolah. Di semua desa telah ada sekolah dasar (SD) yang bisa dimanfaatkan oleh anak-anak di desa tersebut untuk mencari ilmu, dan ada beberapa desa yang telah memiliki sekolah menengah (SMP/SMA). Namun secara umum kondisi prasarana dan sarana pendidikan di sekolah-sekolah tersebut masih perlu peningkatan. Dari sisi prasarana fisik banyak gedung sekolah yang dalam kondisi rusak dan perlu perbaikan, sedangkan dari sisi sarana pendidikan sekolah-sekolah tersebut rata-rata kekurangan alat peraga pendidikan, misalnya buku paket. Jumlah tenaga pengajar juga sangat terbatas.

Di kota Kecamatan Bahodopi memang telah terdapat sebuah puskesmas dan di semua desa yang ada di Kecamatan Bahodopi terdapat polindes, namun menurut penuturan warga fasilitas tersebut belum cukup untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada warga masyarakat. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah masih adanya keterbatasan sarana dan prasarana di fasilitas kesehatan tersebut. Menurut penuturan seorang warga kondisi instalasi rawat inap di Puskesmas Morowali sangat memprihatinkan. Selain karena ruangan sempit, di ruang tersebut banyak nyamuk sehingga sangat mengganggu pasien. Untuk fasilitas kesehatan di desa, memang di setiap desa di sekitar kawasan PT IMIP sudah ada polindes namun umumnya belum memiliki gedung dan kebanyakan masih meminjam ruangan milik desa. Jumlah petugas yang melayani warga di polindes pun hanya satu.

Secara umum jumlah tenaga guru di sekolah-sekolah yang ada di desa-desa di sekitar kawasan industri pertambangan masih kurang. Di setiap sekolah umumnya jumlah guru yang berstatus PNS sedikit dan lebih banyak guru yang berstatus honorer. Bahkan ada sekolah negeri yang status kepala sekolahnya masih tenaga honorer. Kondisi tersebut tentu akan menurunkan kualitas proses belajar mengajar sehingga akhirnya akan menurunkan pula kualitas pendidikan di sekolah tersebut

Pesatnya pertumbuhan bangunan untuk kos dan bangunan untuk usaha jasa dan perdagangan di kawasan pantai di wilayah Kecamatan Bahodopi, khususnya di desa Morowali, Keurea, Fatufia telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan ekosistem pantai. Kawasan pantai yang asalnya merupakan habitat tanaman dan binatang pantai (pohon bakau/ ikan, dll) berubah menjadi lahan untuk mendirikan bangunan. Akibat rusaknya ekosistem kawasan pantai dan hilangnya keseimbangan lingkungan maka ada potensi terjadinya bencana, misalnya banjir, intrusi air laut, dan lain-lain.

Dualisme kondisi kesejahteraan yang terjadi di Kawasan Industri Morowali, yaitu antara lingkungan di dalam kawasan industri dengan lingkungan desa-desa sekitar kawasan industri perlu segera diatasi oleh semua pihak baik pemerintah maupun perusahaan, agar kondisi tidak menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial yang pada akhirnya akan berpotensi untuk memicu terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah dengan membangun sinergi antara pemerintah daerah dengan perusahaan-perusahaan yang ada di lingkungan kawasan industri Morowali. Sinergi antara pemerintah dengan perusahaan tersebut diharapkan akan mampu mengatasi persoalan yang selama ini menjadi kendala dalam upaya peningkatan kemakmuran warga masyarakat yang tinggal di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali. Perusahaan-perusahaan yang ada di kawasan industri Morowali bisa menjadi mitra bagi pemerintah desa dalam upaya menyediakan fasilitas untuk penunjang pelayanan dasar bagi warga masyarakat melalui skema program CSR. [Mulyono]

Problematika Transportasi dan Komunikasi di Sekitar Kawasan Industri Morowali

Berbeda dengan kondisi pelayanan transportasi untuk karyawan di dalam kawasan industri Morowali yang relatif baik karena ada bus angkutan karyawan untuk mendukung mobilitas karyawan, pelayanan di bidang transportasi di desa-desa disekitar kawasan industri Morowali terlatif masih terbatas. Di desa-desa sekitar kawasan industri masih belum terdapat kelayakan sarana transportasi umum yang dikelola oleh pemerintah daerah maupun swasta. Di wilayah tersebut hanya ada sarana transportasi berupa bus karyawan untuk para karyawan di kawasan industri Morowali. Perusahaan yang ada di kawasan industri tersebut memang menyediakan sarana transportasi berupa bus karyawan namun jumlahnya relatif terbatas. Selain itu, bus karyawan tersebut hanya melayani satu jalur saja yaitu jalur halte rusunawa karyawan yang ada di desa Labota menuju gerbang kawasan industri Morowali.

Keterbatasan sarana transportasi umum di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali menyebabkan banyak warga masyarakat dan karyawan Morowali yang tinggal di desa-desa sekitar kawasan industri tersebut menggunakan sarana transportasi milik pribadi baik berupa motor maupun mobil. Banyaknya jumlah warga dan karyawan Morowali yang memiliki sarana transportasi pribadi berupa mobil dan motor menyebabkan kondisi arus lalu lintas di desa-desa sekitar kawasan industri menjadi sangat padat. Kondisi tersebut diperparah dengan keterbatasan ruas jalan yang ada di wilayah tersebut.

Jumlah karyawan perusahaan industri yang tinggal di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali, yang terpaksa menggunakan sarana transportasi milik pribadi berupa motor untuk menunjang mobilitas belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan jumlahnya mencapai puluhan ribu. Pada saat ini jumlah karyawan perusahaan yang beroperasi di kawasan industri Morowali yang tinggal di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali sekitar 30.000 orang. Apabila dari jumlah tersebut hanya sekitar 5000 orang pekerja yang dapat memanfaatkan sarana transportasi bus karyawan, maka jumlah pekerja yang harus menggunakan kendaraan pribadi berupa motor dan mobil mencapai 25.000, Apabila tiap-tiap motor/mobil dipergunakan oleh dua orang pekerja (berboncengan) maka jumlah motor yang dipergunakan oleh karyawan Morowali sekitar 12.500 buah.  Jumlah tersebut masih ditambah dengan jumlah motor/mobil  milik warga masyarakat yang diperkirakan sekitar 2.500, sehingga total motor dan mobil yang ada di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali mencapai 15.000 buah.

Besarnya jumlah motor dan mobil di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali yang tidak didukung dengan ketersediaan infrastruktur jalan yang memadai menyebabkan arus lalu lintas di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali, khususnya jalan Trans Sulawesi ruas Morowali menjadi sangat padat.  Kondisi tersebut menyebabkan sering terjadi kecelakaan lalu-lintas di ruas jalan tersebut. Berdasarkan informasi yang diperoleh di warga dapat diketahui bahwa hampir setiap hari di jalan Trans Sulawesi ruas Morowali selalu terjadi kecelakaan lalulintas yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa.

Dampak lain yang muncul dari banyaknya motor dan mobil di desa-desa di sekitar kawasan industri Morowali adalah tingginya angka pencurian motor. Hal itu terjadi karena banyak pekerja yang memarkir motor secara sembarangan, sebagai akibat dari terbatasnya prasarana tempat parkir yang disediakan oleh perusahaan. Karena area parkir perusahaan tidak mencukupi, banyak pekerja yang memarkir motor mereka di pinggir jalan atau di lahan kosong di dekat pabrik yang tidak terjamin keamanannya. Kondisi tersebut menyebabkan tingginya tingkat kerawanan pencurian kendaraan motor milik pekerja.

Pelayanan telekomunikasi

Pelayanan telekomunikasi di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali sangat kurang. Meskipun di daerah tersebut sudah ada beberapa menara BTS milik perusahaan telekomunikasi, namun hal itu tidak menyebabkan pelayanan di bidang telekomunikasi menjadi lebih baik. Dari 12 desa yang ada di sekitar kawasan industri Morowali, hanya beberapa desa yang telah mendapat pelayanan telekomunikasi berbasis internet yaitu desa-desa yang posisinya dekat dengan kawasan industri tersebut. Sementara itu, di desa-desa yang letaknya relatif jauh dari kawasan industri belum ada layanan telekomunikasi berbasis internet.

Meskipun di desa-desa yang posisinya dekat dengan kawasan industri Morowali sudah ada layanan telekomunikasi berbasis internet, namun kondisinya sangat memprihatinkan. Selain akses internet sangat lambat, tidak semua titik lokasi di desa-desa tersebut bisa menangkap sinyal internet. Hanya titik-titik lokasi tertentu yang sinyal internetnya cukup bagus, sedangkan sebagian besar titik lokasi yang mampu menangkap sinyal internet di desa-desa tersebut daya tangkap sinyal internetnya lemah. Kondisi tersebut menyebabkan banyak titik lokasi yang sinyal internetnya bagus selalu dipadati oleh mereka yang akan melakukan komunikasi dengan basis internet.

Lemahnya pelayanan telekomunikasi berbasis internet di sebagian besar titik lokasi di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali membawa dampak negatif, selain sangat mengganggu kenyamanan mereka yang akan memanfaatkan layanan komunikasi berbasis internet, juga menyebabkan perputaran ekonomi di wilayah tersebut menjadi lebih lambat. Banyak pelaku usaha yang mengalami kendala untuk melakukan transaksi karena komunikasi dengan mitra usaha tidak lancar. Banyak pula bangunan kos yang dibangun oleh warga yang tidak menarik minat konsumen (mereka yang akan kos) hanya karena di tempat tersebut tidak ada sinyal internet.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari lapangan, penyebab lemahnya pelayanan telekomunikasi berbasis internet di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali terjadi karena adanya peraturan tentang batasan ketinggian menara BTS yang bisa dibangun oleh perusahaan telekomunikasi, yang dikeluarkan oleh otoritas pengelola bandara militer yang ada di dekat kawasan industri tersebut. Perusahaan telekomunikasi hanya boleh membangun menara BTS dengan ketinggian tertentu dengan tujuan agar tidak mengganggu kegiatan penerbangan pesawat di bandara tersebut. Hingga saat ini perusahaan telekomunikasi belum mencari solusi atas kondisi tersebut, sehingga layanan telekomunikasi berbasis internet di desa-desa sekitar kawasan industri Morowali  belum mengalami perbaikan.

Guna mengatasi permasalahan transportasi dan telekomunikasi di daerah sekitar kawasan industri Morowali agar tidak menyebabkan terjadinya permasalahan yang lebih kompleks yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan maka diperlukan sinergi antara pemerintah daerah dengan perusahaan-perusahaan yang ada di lingkungan kawasan industri Morowali. Perusahaan-perusahaan yang ada di kawasan industri Morowali bisa menjadi mitra bagi pemerintah dalam upaya menyediakan fasilitas untuk penunjang pelayanan dasar di bidang transportasi dan komunikasi bagi warga masyarakat. Skema yang bisa diterapkan oleh perusahaan antara lain skema CSR. [Mulyono]

Monitoring Pelaksanaan Livelihood Restoration Plan PT BPI

Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada (PSPK UGM) bekerja sama dengan PT Bhimasena Power Indonesia (PT BPI) mengadakan kegiatan Studi Monitoring Livelihood Restoration Plan (LRP) yang telah dilaksanakan oleh PT BPI selama lima tahun terakhir. Program LRP merupakan program pemulihan sumber penghidupan warga terdampak pembangunan PLTU Jawa Tengah di Kabupaten Batang Jawa Tengah.

Program LRP yang dilaksanakan oleh PT BPI fokus pada tiga target utama yaitu terkait dengan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood), keterlibatan sosial (social engagement), dan manajemen keluhan (grievance management). Program sustainable livelihood dimaksudkan untuk menciptakan mata pencaharian tambahan untuk orang-orang yang terkena dampak langsung pembangunan PLTU Jawa Tengah sehingga mereka memiliki penghasilan. Social engagement dimaksudkan untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh PT BPI. Sementara, grievance management difokuskan untuk menangani beberapa masalah yang terjadi terkait dengan kegiatan konstruksi dan operasi PLTU Jawa Tengah.

Kegiatan monitoring program LRP ini dilaksanakan dengan tujuan  untuk menilai hasil dari program LRP yang telah dilaksanakan dan mengidentifikasi kendala atau hambatan selama pelaksanaan. Kendala atau hambatan ini kemungkinan mempengaruhi tingkat pencapaian program sehingga rencana tindakan lebih lanjut perlu ditentukan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program LRP di masa depan.

Metodologi yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan monitoring ini adalah survei kuantitatif yang didukung oleh wawancara mendalam informan kunci untuk melengkapi informasi. Data diperoleh melalui instrumen terstruktur dalam bentuk kuesioner. Target survei termasuk eks-pemilik tanah (Land Owner/LO), Petani Penggarap (Tenant Farmer/TF), Buruh Tani (Daily Farmer/DF) dan kelompok rentan/ kurang beruntung yang dipengaruhi oleh pergeseran fungsi lahan yang diikuti oleh hilangnya akses ke lahan pertanian. Target survei termasuk penduduk di 3 desa yang terkena dampak langsung: Ujungnegoro, Karanggeneng dan Ponowareng. Selain itu, informan kunci yang diwawancarai adalah mereka yang terdaftar sebagai penerima manfaat program LRP.

Hasil studi menunjukkan bahwa: Pertama, program LRP yang dilaksanakan oleh PT PBI telah menyebabkan terjadinya pemulihan sumber penghidupan warga terdampak pembangunan PLTU Jawa Tengah. Hal itu ditunjukkan dengan adanya peningkatan Indeks Sustainable Livelihood di semua kategori kelompok terdampak (DF, TF dan LO) di tiga desa terdampak pembangunan PLTU Jawa Tengah (Ujungnegoro, Karanggeneng dan Ponowareng). Kedua, tingkat partisipasi masyarakat dalam program social engagement yang difasilitasi oleh PT BPI di tahun-tahun terakhir mengalami penurunan dibandingkan pada tahun-tahun awal pembangunan PLTU akibat pandemi Covid-19. Ketiga, persepsi responden terkait kepuasan penanganan PT BPI dalam menanggapi berbagai pelaporan (pengajuan proposal, aspirasi, dan keluhan) dari masyarakat meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Jumlah pelaporan dari masyarakat yang diterima tim grievance management PT BPI menurun dibandingkan periode sebelumnya.

Terkait dengan hasil monitoring maka PSPK UGM menyampaikan beberapa rekomendasi: Pertama, untuk memaksimalkan pencapaian tujuan program, maka PT BPI dapat merencanakan penyusunan program CSR sesuai dengan kebutuhan masyarakat melalui pengembangan kemitraan stakeholder. Kedua, penurunan keterlibatan masyarakat dalam berbagai kegiatan social engagement PT BPI akibat pandemi Covid-19 dapat ditingkatkan melalui penyampaian publikasi, komunikasi, dan hubungan ke masyarakat melalui media sosial seperti WhatsApp Group maupun semacamnya. Ketiga, mekanisme grievance management perlu diperkuat dengan pengembangan kanal komunikasi bagi masyarakat di setiap desa. Kanal komunikasi di setiap desa tersebut akan mempermudah warga dalam menyampaikan aspirasi dan keluhan ke PT BPI. [Mulyono]

Kontribusi Program CSR PT BPI Pada Penghidupan Warga Terdampak Pembangunan PLTU Jawa Tengah

Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada (PSPK UGM) bekerja sama dengan PT Bhimasena Power Indonesia (PT BPI) mengadakan kegiatan “Studi Monitoring Kontribusi Program CSR PT BPI pada Sustainable Livelihood Warga Terdampak Pembangunan PLTU Jawa Tengah.” Selain melakukan kegiatan Livelihood Restoration Plan (LRP) , PT BPI juga melakukan berbagai program CSR yang dianggap memiliki kontribusi terhadap peningkatan livelihood masyarakat terdampak. Meskipun program CSR tersebut tidak menjadi bagian dari program LRP, namun salah satu tujuan pelaksanaan program CSR adalah mendukung program LRP agar memiliki dampak yang signifikan pada peningkatan livelihood masyarakat. Program-program CSR juga diarahkan untuk meningkatkan lima jenis kapital (modal) yang dimiliki oleh masyarakat terdampak, yakni natural capital (NC), financial capital (FC), human capital (HC), infrastruktur capital (IC), dan social capital (SC).

Metodologi yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan ini adalah survei persepsi terhadap warga terdamak pembangunan PLTU Jawa Tengah, yang didukung oleh wawancara mendalam informan kunci untuk melengkapi informasi. Data diperoleh melalui instrumen terstruktur dalam bentuk kuesioner. Target survei termasuk eks-Pemilik Tanah (Land Owner/LO), Petani Penggarap (Tenant Farmer/TF), Buruh Tani (Daily Farmer/DF) dan kelompok rentan/ kurang beruntung yang dipengaruhi oleh pergeseran fungsi lahan yang diikuti oleh hilangnya akses ke lahan pertanian. Target survei termasuk penduduk di 3 desa yang terkena dampak langsung: Ujungnegoro, Karanggeneng dan Ponowareng.

Sedangkan Informan yang diwawancarai adalah beberapa responden yang menilai tingkat kontribusi program CSR terhadap peningkatan livelihood. Pemilihan informan dilakukan dengan metode snowball, yaitu pemilihan informan berdasarkan petunjuk dari informan sebelumnya. Melalui wawancara semi terstruktur tersebut diharapkan dapat memperoleh informasi yang lebih mendalam, terutama terkait dengan hambatan dan tantangan dalam melaksanakan program, efektivitas program dan solusi yang tepat untuk pengembangan program CSR di masa depan.

Hasil studi  monitoring menunjukkan bahwa implementasi program CSR PT BPI memiliki kontribusi tinggi terhadap sejumlah indikator Sustainable Livelihood, antara lain:  peningkatan orientasi pendidikan, kerukunan antar tetangga, jaringan kekerabatan, orientasi kesehatan, penghasilan, keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan, kondisi sarana transportasi, akses jaminan kesehatan, kapasitas kerja, kepemilikan sarana transportasi, kepemilikan barang elektronik, akses bantuan sosial, jumlah dan jenis ketrampilan.

Program CSR yang memiliki kontribusi tinggi terhadap peningkatan SL adalah beberapa program yang terkait dengan peningkatan kesadaran masyarakat, seperti pengembangan kelompok usaha bersama (KUB), program kampung iklim, manajemen sampah, kegiatan aksi bersih, peningkatan kapasitas bagi tenaga kesehatan, pelayanan posyandu, kader dan FKD, sekolah adiwiyata, dan peningkatan literasi melalui perpustakaan desa.

Selain itu, program CSR yang terkait dengan peningkatan skala usaha dan ekonomi berkontribusi positif terhadap peningkatan SL, yakni pengembangan kelompok usaha bersama (KUB), pengembangan lembaga keuangan mikro (LKM), penciptaan lapangan kerja sementara melalui pekerjaan koveksi dan rinjing, kesempatan bekerja karyawan pabrik (apparel), dan perakitan box sarung wadimor.

Hasil survei persepsi ini mengindikasikan bahwa masyarakat sangat mengapresiasi keberadaan program kelompok usaha bersama (KUB), pengembangan lembaga keuangan mikro (LKM), penciptaan lapangan kerja sementara melalui pekerjaan koveksi dan rinjing, kesempatan bekerja karyawan pabrik (apparel), dan perakitan box sarung wadimor. Warga menilai program-program tersebut mampu menambah penghasilan mereka apalagi dalam masa pandemi ini.

Dalam bidang pendidikan dan kesehatan, warga cukup merasakan manfaat dari keberadaan sekolah adiwiyata, peningkatan kapasitas bagi tenaga kesehatan, kader, FKD, dan peningkatan kualitas kesehatan melalui pelayanan posyandu. Wajar jika kemudian masyarakat cukup mengenal dan ikut serta menyukseskannya. Dalam bidang sosial, budaya, dan lingkungan, warga juga cukup merasakan manfaat dari pelaksanaan program kampung iklim, manajemen sampah, kegiatan aksi bersih, kegiatan santunan sosial, donor darah, dan bantuan infrastruktur sarana umum seperti perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), masjid maupun mushola.

Terkait dengan hasil studi maka PSPK UGM menyampaikan rekomendasi, yaitu perlu adanya kajian Sosial Return on Investment (SROI). Kajian SROI akan mampu merepresentasikan keberhasilan program-program yang difasilitasi perusahaan secara langsung maupun tidak langsung di mata masyarakat terdampak dan masyarakat luas. [Mulyono]